Rabu, 14 September 2011

Mensejahterakan Bangsa Sesuai Panggilan

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 17:16-17
=============================
"Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala. "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ."

kesejahteraan bangsa"Ask not what your country can do for you - ask what you can do for your country." Demikianlah sebuah penggalan dari pidato John F Kennedy pada peresmian pengangkatannya menjadi Presiden Amerika Serikat ke 35 tahun 1961. Tidak banyak yang mengetahui bahwa quote yang sangat terkenal ini sesungguhnya dikutip dari tulisan Khalil Gibran. Demikian pentingnya kalimat ini karena sebagian besar penduduk suatu negara hanya menuntut haknya tanpa memperhatikan kewajiban mereka sebagai warga negara. Begitu juga dengan kita. Kita hanya mengeluh melihat banyaknya pengemis, gelandangan, pengamen dan lain-lain, kita memprotes tingginya tingkat kejahatan, kesemrawutan jalan raya, kondisi jalan yang buruk dan lain-lain tetapi tidak mau berbuat sesuatu untuk itu. Apa yang bisa kita buat? Apa kita semua harus menjadi polisi atau harus terlebih dahulu diberi kekuasaan mutlak atas negara ini baru kita mau berbuat sesuatu? Sesungguhnya tidak. Hal sekecil apapun yang kita lakukan sesuai panggilan kita dengan sungguh-sungguh atas dasar kasih bisa dipakai Tuhan untuk berbuah secara luar biasa.

Kemarin kita sudah meilhat panggilan penting bagi setiap orang percaya untuk turut berperan aktif secara nyata dalam mensejahterakan kota dimana kita tinggal. "Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu." (Yeremia 29:7). Secara spesifik dan jelas ayat ini menyerukan pentingnya untuk memberi kontribusi nyata dan berdoa demi kesejahteraan kota. Mengapa? Karena kesejahteraan kita sesungguhnya tergantung dari kesejahteraan kota tempat tinggal kita. Ada banyak orang yang sebenarnya tahu akan hal ini, tetapi tidak tahu apa yang bisa mereka lakukan untuk itu. Mereka mengira bahwa untuk mengubah nasib sebuah bangsa mereka harus melakukan hal-hal yang besar saja. Padahal itu tidaklah benar. Setiap orang pada dasarnya memiliki panggilannya sendiri-sendiri. Apapun panggilan kita, dimanapun kita bekerja dan tinggal, kita bisa berbuat sesuatu, berkontribusi secara aktif dan nyata demi kesejahteraan bangsa kita. Itu seringkali dimulai dari hal-hal kecil dahulu, yang nantinya akan terus meningkat apabila kita melakukannya dengan sungguh-sungguh, dan itu sedikit banyak akan berdampak bagi kesejahteraan kota, bangsa dan negara.

Sebuah contoh kegelisahan akan panggilan demi kesejahteraan kota bisa kita lihat dari sosok Paulus. Ketika ia sampai di Yunani tepatnya di kota Athena, ia merasa sedih melihat banyaknya patung-patung berhala yang berdiri di sana. "Sementara Paulus menantikan mereka di Atena, sangat sedih hatinya karena ia melihat, bahwa kota itu penuh dengan patung-patung berhala." (Kisah Para Rasul 17:16). Paulus pergi berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sebenarnya untuk mewartakan berita keselamatan. Tetapi lihatlah bahwa ia tidak hanya berpuas diri akan hal itu saja, meski apa yang ia lakukan sesungguhnya sudah sangat besar. Mari kita perhatikan apa yang kemudian ia lakukan. "Karena itu di rumah ibadat ia bertukar pikiran dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, dan di pasar setiap hari dengan orang-orang yang dijumpainya di situ." (ay 17). Paulus tidak berdiam diri. Ia gelisah untuk melakukan sesuatu demi kesejahteraan kota Atena yang disinggahinya. Ia tidak tinggal disana untuk selamanya, tetapi tetap saja ia peduli akan kesejahteraan dan keselamatan kota itu. Ini adalah sebuah contoh yang sangat baik untuk melihat apa yang bisa kita lakukan sesuai kapasitas kita demi kota dimana kita berada saat ini. Paulus tidak meminta dirinya terlebih dahulu untuk menjadi gubernur atau raja disana. Sebagai seorang Paulus yang hanya pendatang pun ia tahu bahwa ia harus peduli, dan ia berbuat sesuai dengan batas kemampuannya.

Pada dasarnya setiap kita didesain dengan cara yang berbeda oleh Tuhan. Kita masing-masing diberi talenta dan panggilan masing-masing, dan semua itu tidak ada yang tidak berguna bagi kesejahteraan kota. Tuhan menciptakan binatang sesuai kemampuan dan fungsinya masing-masing. Kuda diciptakan untuk berlari sedang ikan untuk berenang. Burung diciptakan untuk terbang sedang cicak untuk merayap. Agar bisa berlari kencang kuda diberi kaki-kaki yang kuat dan kokoh. Ikan diberi insang dan sirip agar bisa berenang di dalam air, burung memiliki sayap dan cicak memiliki telapak kaki yang bisa merekat di dinding. Masing-masing diciptakan sesuai fungsi dan kegunaannya masing-masing. Dan manusia pun seperti itu. Paulus mengatakan "Tetapi kepada kita masing-masing telah dianugerahkan kasih karunia menurut ukuran pemberian Kristus." (Efesus 4:7) Ayat ini mengatakan dengan jelas bahwa siapapun kita telah diberikan talenta-talenta tersendiri menurut ukuran pemberian Kristus yang semuanya bisa dipakai sebagai karya nyata dalam memenuhi panggilan kita. Masing-masing kita diberi fungsi dan karunia masing-masing, dan kebersatuan kita dalam membangun bangsa ini akan menyatakan kemuliaan Tuhan. "Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih." (ay 16).

Sebagai manusia, kita semua telah dilengkapi Tuhan secara khusus dengan berbagai talenta, bakat dan kemampuan tersendiri yang tentunya bisa kita pakai dalam kehidupan kita, untuk memberkati sesama dan memuliakan Tuhan. Ayat bacaan hari ini diambil dari Amsal yang berbunyi: "Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan, dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik." (Amsal 24:3-4). Rumah disini bukan berbicara hanya mengenai masalah rumah biasa, rumah yang didirikan dari batu, pasir, kayu, rangka besi, dan berbagai bahan bangunan lainnya. Tapi rumah disini berbicara akan sesuatu yang lebih luas, yaitu sebuah kehidupan. Sebuah kehidupan yang baik haruslah didirikan atas hikmat, ditegakkan dengan kepandaian, dan kehidupan itu selanjutnya diisi dengan berbagai hal berharga. Tidak hanya atas satu hal saja, melainkan berbagai hal berharga, berharga buat hidup kita sendiri, berharga buat sesama, berharga buat bangsa dan negara, dan tentunya berharga di mata Tuhan. Inilah sebuah pelajaran penting dari penulis Amsal akan betapa berharganya sebuah kehidupan.

Apapun pekerjaan kita bisa dipakai secara nyata untuk kesejahteraan bangsa. Kita memiliki panggilan dan tugas sendiri-sendiri yang akan sangat bermanfaat untuk itu. Tidak peduli sekecil apapun, tidak peduli dimanapun atau apapun pekerjaan yang sedang ditekuni saat ini. Dengan panggilan yang sudah diberikan Tuhan, dimana kita ditempatkan hari ini, dan dengan talenta-talenta yang sudah Dia sediakan, kita bisa berkarya maksimal untuk melakukan sesuatu demi kesejahteraan bangsa, dan dengan demikian menegakkan KerajaanNya di muka bumi ini. Anda merasa "cuma" pekerja kantoran? Anda tetap bisa menjadi terang dan garam dan menjadi role model sebagai sosok yang baik dan cakap dalam bekerja. Tidak korupsi, berlaku sopan dan ramah, disiplin waktu dan menghargai atau mengasihi teman sekerja, itupun sudah merupakan sesuatu yang baik untuk dilakukan. Anda bergelut di dunia hiburan? Anda bisa membawa terang disana dan menunjukkan bahwa dunia hiburan tidak harus selalu negatif. Panggilan anda dalam dunia politik, pendidikan atau kesehatan? Sama, anda bisa berperan banyak disana.  So, let's find out our callings, let's fulfill our destiny. Let God use us to transform our city and community, and that will surely give some impacts to our nations.

Kepada kita sudah diberikan panggilan dan talenta masing-masing yang akan sangat bermanfaat untuk kesejahteraan kota, bangsa dan negara kita

Rabu, 07 September 2011

MEMOTONG RANTING

Ayat bacaan: Lukas 13:8-9
=====================
"Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya, mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!"

memotong rantingKegemaran istri saya dalam menanam pohon atau jenis-jenis tanaman lainnya membuat saya sedikit banyak harus belajar bagaimana cara melakukannya dengan baik. Saya harus tahu bagaimana memindahkan tanaman ke dalam pot, memberi pupuk dan hal-hal lain yang diperlukan agar tanaman tidak menjadi mati setelah dimatikan dan bisa bertumbuh subur. Ada kutu-kutu yang bisa membunuh tanaman yang harus sering-sering diperiksa, karena kerap kutu-kutu ini bersembunyi di bagian bawah lembaran daun sehingga tidak terlihat. Ada banyak lagi ternyata hal yang harus diperhatikan dalam berkebun ini. Pohon ternyata sulit berbuah jika terlalu banyak ranting atau daun yang tumbuh pada setiap dahan. Maka memilah-milah tunas yang tumbuh pun menjadi sesuatu yang penting. Apabila tunas itu ternyata tidak produktif, tunas itu harus segera dipotong dan daun-daunnya dikurangi agar rantingnya bisa berbuah dengan baik. Di samping itu, terkadang ranting dan daun yang sudah berbuah produktif pun bisa dihinggapi berbagai parasit dan benalu. Parasit dan benalu ini akan membuat buah menjadi sedikit, malah tidak segar, karena zat-zat yang dibutuhkan ranting untuk menghasilkan buah habis diserap oleh benalu-benalu itu. Maka segala benalu dan parasit yang menempel pun harus segera dipotong dan dibuang sesegera mungkin. Tanpa melakukan berbagai usaha ini, niscaya pohon itu akan tumbuh sia-sia tanpa buah dan lama kelamaan akan mati. Dahulu saya pikir soal tanam menanam ini cuma persoalan gampang. Apa susahnya menanam? Ternyata ada banyak yang harus dipelajari terlebih dahulu. Apabila ingin tanaman-tanaman ini tumbuh dengan baik, maka ada begitu banyak hal yang harus diperhatikan.

Alkitab dalam beberapa kesempatan menuliskan perumpamaan mengenai tanaman. Yesus pernah mengatakan demikian. "Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api." (Matius 7:18-19). Jelas sekali. Pohon yang tidak berbuah, atau buahnya jelek, pada akhirnya akan ditebang dan dibakar. Ini membawa saya dalam sebuah perenungan, apakah kita sudah hidup seperti pohon yang sehat? Sudahkah kita menghasilkan buah yang baik di dalamnya? Tingkatkan terus jika sudah. Kalau belum, kita harus melalui proses pemotongan tunas. Proses itu biasanya tidak mudah bahkan bisa terasa menyakitkan. Tapi proses ini, meski menyakitkan harus kita lalui, agar pada akhirnya kita bisa menjadi pohon yang tumbuh subur dengan menghasilkan buah segar dengan suburnya.

Ada lagi sebuah perumpamaan singkat yang menarik berasal dari Yesus yang mengambil permisalan dengan Tuhan sebagai tukang kebun dan kita sebagai pohon-pohon yang ada dalam kebun itu. Mari kita lihat perumpamaan ini selengkapnya. "Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata kepada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! Jawab orang itu: Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,mungkin tahun depan ia berbuah; jika tidak, tebanglah dia!" (Lukas 13:6-9). Perumpamaan ini menggambarkan Tuhan sebagai pemilik kebun, mendapati ada umatNya yang tidak berbuah dalam jangka waktu lama. Perhatikan ada jangka waktu yang diberikan Tuhan sebagai kesempatan bagi kita untuk berubah. Namun ketika kesempatan itu disia-siakan, pada akhirnya pohon yang tidak berguna itu terpaksa harus ditebang. Pohon Ara itu hidup percuma dan hanya menghabiskan zat-zat nutrisi yang dibutuhkan tanaman anggur dalam kebun. Namun secara luar biasa, Yesus yang diumpamakan sebagai pengurus kebun meminta kesempatan sekali lagi. "aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,mungkin tahun depan ia berbuah." (ay 8-9a). Sang "Pengurus kebun" akan mengerjakan sesuatu bagi pohon agar bisa berbuah. Hidup kita yang begitu rusak oleh benalu dan tunas-tunas dosa seringkali tidak lagi dapat diperbaiki sendiri, sehingga kita membutuhkan uluran tangan Yesus untuk "mencangkul tanah dan memberi pupuk" agar  bisa selamat. Dan hebatnya Yesus mau melakukan itu untuk kita. Dia begitu mengasihi kita dan tidak ingin satupun dari kita berakhir dengan ditebang dan dibakar.

Tuhan Yesus telah turun ke dunia untuk menyelamatkan kita. Dalam prosesnya, terkadang ada bagian-bagian yang tidak efektif dari diri kita harus dicangkul, dan itu bukanlah hal yang menyenangkan. Proses itu terkadang terasa begitu menyakitkan, tapi sungguh diperlukan, untuk menyelamatkan kita dari ditebang dan dilempar kedalam api. Biar bagaimanapun adalah jauh lebih baik untuk bersakit-sakit dahulu tetapi kelak bisa menikmati kebahagiaan yang kekal bukan? Yesus pun berseru: "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku." (Yohanes 15:4). Agar kita bisa bertumbuh dan berbuah dengan baik, kita harus tetap tinggal di dalam Kristus, dan Kristus di dalam kita. Baik dalam kehidupan sehari-hari, keluarga maupun pekerjaan, hendaklah kita selalu berada di dalam Tuhan dan Tuhan di dalam kita. Ketika ada proses-proses pemotongan tunas yang tidak produktif atau pembersihan benalu, laluilah itu dengan suka cita, karena proses itu sungguh diperlukan untuk menjadikan kita pohon yang berbuah lebat. Sebatang pohon dikenal dari buahnya. Pohon yang baik akan berbuah baik, begitu pula sebaliknya. "Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal." (Matius 12:33). Ada banyak ranting, tunas dan benalu dalam hidup kita yang harus dipotong agar kita berbuah lebat. Apakah itu kesombongan, harta, kebiasaan buruk, status, adat dan sebagainya, jika itu menghambat kita untuk berbuah, ijinkan Tuhan untuk memotongnya, walau sakit sekalipun. Hanya dengan demikianlah kita bisa menjadi pohon yang tumbuh subur menghasilkan buah yang banyak.

Jadilah pohon yang tumbuh subur dan berbuah lebat

Kamis, 01 September 2011

Kerelaan dalam Memberi

Ayat bacaan: Kisah Para Rasul 9:36
===========================
"Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah."

kerelaan dalam memberiDiberkati untuk memberkati, diberi untuk memberi. Itu yang saya bagikan dalam renungan kemarin untuk kembali sama-sama mengingatkan kita akan tujuan Tuhan dalam memberi berkatNya turun atas kita. Lantas pertanyaannya, bagaimana jika kita merasa belum cukup "diberkati", apakah kita tetap harus memberi? Sesungguhnya kalau mau jujur, sangatlah sulit bagi kita untuk bisa merasa cukup. Manusia cenderung merasa kurang dan terus kurang sehingga merasa tidak kunjung sanggup untuk memberi. Semakin banyak yang kita punya, maka semakin banyak saja rasanya yang kita tidak punya. Oleh karenanya kita pun terus meminta ketimbang berpikir untuk memberi. "Ah nanti saja kalau sudah kaya, saya sekarang belum sanggup.." kata seorang teman dengan ringannya setelah menolak memberi sedekah di sebuah lampu merah. Baiklah jika uang rasanya kurang, bagaimana dengan tenaga, pikiran atau waktu? Ada banyak orang pula yang merasa tidak punya kemampuan untuk berbuat sesuatu bagi orang lain. Mereka menganggap bahwa memberkati orang lain artinya harus berkotbah atau menjadi full timer di gereja, dan itu buang waktu saja. Padahal Tuhan tidak pernah menuntut kita hanya dalam perkara-perkara besar saja. Hal-hal kecil seperti senyuman yang gratis sekalipun bisa sangat bermakna bagi yang membutuhkan, dan itu dihargai besar pula oleh Tuhan. Yang diminta adalah "menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan." Mengapa? "Sebab Tuhan mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." Ini bisa kita baca dalam 2 Korintus 9:7. Artinya, besar kecilnya pemberian kita, dalam bentuk apapun, selama dilakukan dengan kerelaan dan sukacita, maka Tuhan akan menghargai itu dengan sangat besar.

Alkitab menggambarkan beberapa kali mengenai orang yang dimata dunia mungkin "tidak punya apa-apa", tetapi kerelaan mereka dalam memberi mendapat perhatian khusus dari Tuhan sehingga merekapun tertulis di dalam Alkitab dan bisa kita baca hingga hari ini. Lihatlah janda miskin yang memberikan persembahan "hanya" dua peser dalam Markus 12:41-44. Dikala ada banyak orang kaya memberi dalam jumlah yang besar, janda miskin ini memberikan jumlah yang sangat tidak sebanding. Tetapi apa kata Yesus? "Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan." (ay 43). Lihatlah bahwa jumlah bukanlah menjadi patokan dalam penilaian Tuhan, tetapi kerelaan hati dalam memberilah yang Dia perhatikan.

Dalam kesempatan lain, kita pun bisa membaca sekelumit kisah pendek mengenai seorang wanita bernama Tabita, yang dalam bahasa Yunani disebut Dorkas. "Di Yope ada seorang murid perempuan bernama Tabita--dalam bahasa Yunani Dorkas. Perempuan itu banyak sekali berbuat baik dan memberi sedekah." (Kisah Para Rasul 9:36). Apa yang dimiliki Tabita sederhana, yaitu menjahit. Itu bisa kita lihat dalam ayat 39, dimana ketika ia meninggal para janda semuanya menangis dan mengenangnya dengan menunjukkan pakaian-pakaian yang dia jahitkan untuk para janda ini semasa hidup. Kelihatannya ia tidak memberi uang dalam jumlah besar, ia pun tidak pintar berkotbah seperti halnya para rasul yang pergi mewartakan kabar keselamatan kemana-mana pada saat itu. Tetapi apa yang ia lakukan ternyata bermakna sangat besar bagi para janda miskin di kotanya, dan Tuhan pun sangat menghargai hal itu. Pada suatu ketika ia sakit dan meninggal. Begitu berkesannya perbuatan baik Tabita kepada banyak orang, sehingga ketika mendengar Petrus tengah melayani di sebuah kota yang tidak jauh dari tempat Tabita, dua orang segera diutus untuk menjumpai Petrus. Petrus pun datang ke rumah dimana Tabita disemayamkan. Dan mukjizat pun terjadi. "Tetapi Petrus menyuruh mereka semua keluar, lalu ia berlutut dan berdoa. Kemudian ia berpaling ke mayat itu dan berkata: "Tabita, bangkitlah!" Lalu Tabita membuka matanya dan ketika melihat Petrus, ia bangun lalu duduk. Petrus memegang tangannya dan membantu dia berdiri. Kemudian ia memanggil orang-orang kudus beserta janda-janda, lalu menunjukkan kepada mereka, bahwa perempuan itu hidup." (ay 40-41). Tabita dibangkitkan. Bayangkan jika ia bukan orang yang rajin berbuat baik dan memberi sedekah. Mungkin tidak ada orang yang peduli untuk jauh-jauh pergi meminta Petrus untuk datang, maka tidak akan ada mukjizat kebangkitan disana. Tapi perbuatan baik yang ia lakukan dengan tulus, sedekah yang ia berikan lewat menjahitkan baju bagi janda-janda ternyata membuat cerita yang berbeda. Tuhan tidak menutup mata atas kebaikan hati Tabita dan segala yang ia lakukan untuk menolong sesamanya. Tabita pun akhirnya hidup lagi dan menjadi kesaksian yang membuat banyak orang menjadi percaya pada Yesus. (ay 42).

Kemarin kita sudah melihat Firman Tuhan yang berbunyi: "Allah berkuasa memberi kepada kalian berkat yang melimpah ruah, supaya kalian selalu mempunyai apa yang kalian butuhkan; bahkan kalian akan berkelebihan untuk berbuat baik dan beramal." (2 Korintus 9:8 BIS). Berbuat baik dan beramal. Persis seperti itulah yang dilakukan Tabita alias Dorkas sesuai kemampuan atau panggilannya. Ia berprofesi sebagai penjahit, dan ia memberkati lewat profesinya. Banyak sedikit uang yang dimilikinya bukanlah menjadi ukuran, tetapi kerelaan hatinya dalam memberi atas dasar belas kasih, itulah yang menggerakkannya dalam berbuat baik dan beramal. Dan lihatlah bagaimana Tuhan menghargai itu. Bukan saja Tuhan, tetapi para janda di kotanya yang kecil pun sangat menghargai kemurahan hatinya.

Anda hanya punya sedikit harta? Kemampuan anda terbatas dan anda merasa tidak ada yang istimewa dengan kemampuan anda itu? Itu bukanlah masalah sama sekali dan tidak akan pernah bisa menjadi alasan untuk tidak memberi. Sesungguhnya jika kita mau melihat atau memeriksa kembali apa yang kita punya, Tuhan sudah melengkapi kita untuk melakukan setiap perbuatan baik. (2 Timotius 3:17). Artinya kita tinggal memiliki sebentuk hati yang penuh kasih, yang rindu untuk menolong orang lain, siapapun mereka. Selebihnya sudah disediakan langsung oleh Tuhan. Pada akhirnya kita harus merenungkan ayat berikut: "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Kita tidak akan pernah kekurangan setelah memberi dengan kerelaan hati dan sukacita, Tuhan justru akan terus melipat gandakan agar selain kita mampu mencukupi kebutuhan kita, tetapi terlebih pula agar kita mampu memberkati orang lain lebih dan lebih lagi. Kita diberkati untuk memberkati, kita diberi untuk memberi. Hati yang bersukacita dalam memberi tidak akan memandang kekurangan atau keterbatasan diri sendiri, tetapi mampu melihat dengan penuh rasa syukur bagaimana Tuhan selama ini telah memberkati kita.

Jadilah orang murah hati seperti Bapa adalah murah hati